Skip to main content

Nasib Mayor Dedi Hasibuan Diperiksa Puspom TNI Setelah Geruduk Polrestabes Medan

AKSI Mayor Dedi Hasibuan, anggota Kodam I/Bukit Barisan yang menggeruduk Polrestabes Medan bersama 40 anggota TNI pada Sabtu (5/8/2023) menjadi sorotan banyak pihak.


Menkopolhukam, Panglima TNI, bahkan kalangan anggota DPR RI angkat bicara terkait peristiwa memalukan tersebut.

Nasib Dedi Hasibuan pun semakin di ujung tanduk menyusul viralnya video yang mempertontonkan arogansi dan upaya menekan jajaran Polresta Medan yang menangani kasus mafia tanah di Medan tersebut.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dengan tegas menyebut tindakan Mayor Dedi Hasibuan itu telah melanggar aturan dan bukan atas nama institusi.

Laksamana Yudo Margono telah meminta Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI turun tangan mengusut peristiwa penggerudukan oleh sejumlah prajurit aktif itu.

“Saya perintahkan Komandan Puspom TNI, langsung diperiksa ya. Sudah saya perintahkan, nanti akan kita periksa,” kata Yudo di Mako Paspampres, Jakarta Pusat, Senin (7/8/2023).

Menurut Yudo, yang terjadi akhir pekan lalu itu adalah ulah oknum, bukan atas nama institusi, termasuk bukan atas nama pangdam, bukan atas nama institusi kodam.

Perintah sejenis, menurutnya, juga telah ia layangkan kepada pangdam terkait.

Ia mengakui, tindakan prajurit aktif yang menggeruduk Mapolrestabes Medan itu "kurang etis" dan pemberitaan terkait peristiwa tersebut dapat menjadi bukti awal bahwa memang terjadi penggerudukan semacam itu.

Yudo Margono berjanji TNI akan bertindak tegas terhadap prajurit yang melakukan pelanggaran serta tak akan melindungi siapa pun.

"Jadi, jika ada hal yang seperti itu, kita langsung menindaklanjuti. Tidak ada impunitas, tidak ada menutup-nutupi," kata mantan KSAL tersebut.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani meminta Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memberikan perhatian khusus atas kasus ini.

Menurut Arsul Sani, aksi anggota TNI itu telah jelas-jelas melakukan penekanan terhadap penyidik kepolisian jajaran Sat Reskrim Mapolrestabes Medan.

"Karena itu kami meminta agar Panglima TNI memberikan atensi terhadap kejadian tersebut agar tidak terulang kembali ke depan," kata Arsul kepada Kompas.com, Senin (7/8/2023).

Arsul mengatakan, pihaknya di Komisi III selaku mitra Polri menyesalkan kejadian di Medan itu.

Menurutnya, tindakan yang diduga dilakukan sejumlah prajurit TNI ini jelas bukan contoh baik, bahkan menurunkan kredibilitas TNI di mata publik.

"Padahal TNI saat ini merupakan institusi yang tingkat kepercayaannya dari publik sangat tinggi," ujarnya.

Arsul berpandangan, tindakan ini sama dengan mencoba menghalangi proses hukum yang sedang berjalan terhadap seorang tersangka di Polrestabes Medan.

Selain itu, menurutnya, sejumlah kalangan masyarakat sipil juga menilai bahwa kejadian tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intervensi terhadap proses hukum yang sedang dijalankan oleh Polri.

Ia mengatakan, mengupayakan seorang tersangka yang ditahan untuk ditangguhkan adalah hal yang sah saja, tetapi ada prosedur yang harus diikuti.

"Apa yang viral tersebut mengesankan bahwa prosedur yang baku atau lazim tidak diikuti, apalagi ketika masalahnya menyangkut warga sipil dan kemudian ada perwira TNI aktif yang turun bertindak seolah-olah sebagai penasehat hukumnya," kata Arsul.

"Harus dipahami oleh siapa pun bahwa proses hukum pidana itu ada aturan hukumnya di KUHAP dan ada praktek hukumnya yang sudah diakui dan berjalan. Ini harus dipahami oleh siapa pun termasuk teman-teman TNI kita," ujarnya lagi.

Dapat Izin Kodam I/Bukit Barisan

Terlepas dari aksinya yang mengajak sejumlah anggota lainnya ke Mapolrestabes Medan, permohonan surat penangguhan penahanan tersangka mafia tanah Ahmad Rosyid Hasibuan (ARH) diajukan Mayor Dedi Hasibuan dan sudah seizin dari Kodam I/Bukit Barisan.

"(Kodam I/Bukit Barisan) bukan pasang badan. Artinya kan, si Hasibuan (Mayor Dedi Hasibuan) ini selain keluarga (tersangka Ahmad Rosyid Hasibuan / ARH), juga penasihat hukum dari keluarga," kata Kapendam Kodam I/BB Kolonel Inf Rico J Siagian.

"Sementara induknya penasihat hukum dari pak Hasibuan ini kan Kumdam. Otomatis kalau dia bertindak membantu keluarga, dia harus minta izin kepada Kakumdam sebagai atasannya.

Terkait permohonan itu, menurut Rico, Kakumdam I/BB kemudian memberikan izin penerbitan surat permohonan penangguhan.

"Bentuk izinnya itu diberikanlah surat penangguhan itu. Karena kalau beliau yang menuliskan surat penangguhan, itu bukan kapasitasnya, karena dia bagian dari Kumdam," kata Rico.

Surat permohonan penangguhan itu terbit setelah Mayor Dedi Hasibuan, keluarga terduga mafia tanah mengajukan permohonan kepada Kepala Hukum Kodam I/BB (Kakumdam) untuk melakukan pendampingan hukum.

Namun kembali ditegaskan Rico, menyangkut kasus yang dialami Ahmad Rosyid Hasibuan si terduga mafia tanah, itu sifatnya pribadi.

Bagaimana dengan kehadiran Mayor Dedi Hasibuan ke Polrestabes Medan bersama 40 anggotanya?

"Itu juga merupakan sikap pribadi dari yang bersangkutan. Antara ARH dan Mayor Dedi Hasibuan ini masih memiliki hubungan kekerabatan," katanya.

Sehingga Mayor Dedi Hasibuan datang ke Polrestabes Medan untuk menanyakan soal penangguhan ARH yang sudah dijadikan tersangka oleh Sat Reskrim Polrestabes Medan.

"Yang bersangkutan datang ke Maporestabes Medan atas nama pribadi, termasuk menjadi penasihat keluarga (tersangka Ahmad Rosyid Hasibuan / ARH)," kata Rico.

Apakah boleh anggota Kodam I/Bukit Barisan mendampingi warga sipil yang terjerat kasus pidana?

"Boleh. Dengan catatan, anggota tersebut harus meminta izin dari atasannya. Dalam kasus Mayor Dedi Hasibuan, dia sudah meminta izin dari Kakumdam I/Bukit Barisan."

Sehingga, setelah izin didapat, kata Rico, makanya Mayor Dedi Hasibuan datang ke Polrestabes Medan untuk menanyakan dan membahas soal penangguhan ARH.

Terpisah, saat dikonfirmasi, Kapolrestabes Medan, Kombes Valentino Alfa Tatareda mengatakan bahwa masalah yang terjadi di kantornya hanyalah kesalahpahaman saja.

Kronologi Penggerudukan

Peristiwa penggerudukan terjadi ketika 40 prajurit dari Kodam I/Bukit Barisan mendatangi Satuan Reskrim Mapolrestabes Medan, Sabtu lalu, pukul 14.00 WIB.

Ketika memasuki area dalam Mapolrestabes Medan, mereka langsung mendatangi Gedung Satuan Reskrim sembari membanting pintu masuk.

Tak lama, mereka langsung menemui dan mengelilingi Kepala Satuan Reskrim Polrestabes Medan, Kompol Teuku Fathir Mustafa di ruang penyidik lantai dua Gedung Satuan Reskrim.

Ketika Kompol Fathir menerima mereka, seorang pria mengancam akan meratakan gedung apabila 'misi' yang diperintahkan sang komandan tak berhasil dijalankan.

"Kami (mendapat) perintah komandan. Kalau belum selesai, enggak pulang. Kalau perlu diratakan saja ini," kata pria diduga anggota TNI berpakaian preman.

Ada pun kedatangan puluhan prajurit tak lain untuk berkoodirnasi terkait penahanan seorang bernama Ahmad Rosyid Hasibuan yang merupakan saudara Mayor Dedi.

Sebelumnya, Polrestabes Medan menahan Rosyid sebagai tersangka kasus pemalsuan surat keterangan lahan di sebuah perseroan terbatas (PT) di Sumatera Utara.

Kepada Mayor Dedi, Kompol Fathir menjelaskan bahwa Rosyid ditahan berdasarkan sejumlah alat bukti dan tiga laporan polisi (LP). Kompol Fathir pun menjelaskan secara seksama atas proses penyidikan kasus ini.

Namun, Mayor Dedi langsung memotong dengan keras dan meminta Rosyid ditangguhkan dari penahanan.

"Proses hukum tetap berjalan. Tapi hanya konteks ditangguhkan. Kapan nanti mau diperiksa silakan," kata Mayor Dedi.

Setelah berdebat panas, akhirnya Polrestabes Medan menangguhkan Rosyid.

Tersangka keluar sekitar pukul 19.00 WIB. Setelah penangguhan diberikan, puluhan prajurit TNI akhirnya meninggalkan Mapolrestabes Medan. (MSN/surya/01)